NU Bontang

Jumat hari yang Istimewa


Hari Jumat tergolong unik dalam Islam. Dari segi penamaan, pilihan nama “Jum’at” berbeda dari nama-nama hari lainnya. Kata “Jumat “ Qamus Al-Lughah Al-Arabiyah Al-Ma'ashir dapat dibaca dalam tiga bentuk: Jumu'ah, Jum'ah, dan Juma'ah, yang berarti berkumpul. Sementara hari-hari lain memiliki makna yang mirip dengan urutan angka hari dalam sepekan yaitu: Ahad (hari pertama), Isnain (hari kedua, tsulatsa (hari ketiga), arba’a (hari keempat) dan khamis (hari kelima), serta sabt yang berakar kata dari sab’ah (hari ketujuh). Pada masa Arab Jahiliyah nama-nama hari terdiri dari Syiyar (Sabtu), Awwal (Ahad), Ahwan (Senin), Jubar (Selasa), D ubar (Rabu), Mu’nis (Kamis), dan ‘Arubah (Jum’at). Nama-nama tersebut kemudian diubah dengan datangnya Islam. Rasulullah tidak hanya melakukan revolusi moral tapi juga revolusi bahasa. Kata-kata dianggap kurang tepat dimaknai ulang sehingga sesuai dengan nilai-nilai Islam. Di kalangan masyarakat Arab Jahiliyah, ‘Arubah merupakan momentum untuk menampilkan kepongahan, kebanggaan, berhias, dan semacamnya.


Dalam Islam ‘Arubah berubah menjadi Jumu‘ah yang mengandung arti berkumpul. Tentu saja lebih dari sekadar berkumpul atau sekedar menggugurkan kewajiban untuk menunaikan ibadah sholat jum’at berjama’ah di masjid, lebih dari itu dalam syari’at, Jum’at mendapatkan julukan sayyidul ayyâm atau rajanya hari. Dengan kata lain, Jum’at menduduki posisi paling utama di antara hari-hari lainnya dalam sepekan, sehingga harus kita optimalkan apa yang dikarunikan ini kepada kita umat Nabi Muhammad SAW melebihi rutinitas ibadah di hari-hari biasa. Al-Imam al-Syafi’i dan al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Sa’ad bin ‘Ubadah sebuah hadits: “Rajanya hari di sisi Allah SWT adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya Fithri. Di dalam Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah SWT menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah SWT mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali shilaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada Malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat.”


Di antara kita kadang lupa, sehingga tidak merasakan, keutamaan hari Jumat karena tertimbun oleh rutinitas sehari- hari. Kesibukan aktivitas yang melingkupi kita tiap hari sering membuat kita lengah sehingga menyamakan hari Jumat tak ubahnya hari-hari biasa lainnya.


Padahal, di tiap tahun ada bulan-bulan utama, di tiap bulan ada hari-hari utama, dan di tiap hari ada waktu- waktu yang utama. Masing-masing keutamaan memiliki kekhususan sehingga menjadi momentum yang sangat baik untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan, taqarrub, amal sholeh, merenungi diri, berdoa, bermunajat, bermohon, berdzikir, dan meningkatkan ibadah kepada Allah جل جلاله.


Keistimewaan hari Jumat bisa dilihat dari disunnahkannya mandi Jumat. Dalam Al-Hawi Kabir karya al- Mawardi, Imam Syafi’i menjelaskan bahwa kendati shalat Jumat dilaksanakan pada waktu shalat dhuhur, mandi Jumat boleh dilakukan semenjak dini hari, setelah terbit fajar. Mandi adalah simbol kebersihan dan kesucian diri. Setelah mandi, seseorang dianjurkan untuk memakai pakaian terbaik, terutama warna putih, sebelum berangkat menuju shalat Jumat.


Dalam hal ini, umat Islam diperingatkan untuk menyambut hari istimewa itu dengan kesiapan dan penampilan yang juga istimewa. Dalam Bidâyatul Hidâyah, Imam Abu Hamid al-Ghazali menyebut hari Jumat sebagai hari raya kaum mukmin (‘îdul mu’minîn). Imam al-Ghazali bahkan menyarankan agar umat Islam mempersiapkan diri menyambut hari Jumat sejak hari Kamis, dimulai dengan mencuci baju, lalu memperbanyak membaca tasbih dan istighfar pada Kamis petang karena saat-saat tersebut sudah memasuki waktu keutamaan hari Jumat. Selanjutnya, kata Imam al-Ghazali, berniatlah puasa hari Jumat sebagai rangkaian dari puasa tiga hari berturutturut Kamis-Jumat-Sabtu, sebab ada larangan puasa khusus hari Jumat saja.


Hari Jumat juga menjadi semacam konferensi mingguan bagi umat Islam, karena di hari Jumatlah ada shalat berjamaah dan khutbah Jumat. Setiap umat Islam laki-laki yang tak memiliki uzur syar’I wajib ‘ain melaksanakannya. Artinya, lebih dari sebatas berkumpul, Jumat adalah momen konsolidasi persatuan umat sekaligus memupuk ketakwaan melalui nasihat-nasihat positif dari sang khatib. Tentu keutamaan ini bersamaan dengan asumsi bahwa jamaah melaksanakan shalat Jumat dengan kesungguhan penuh, menyimak khutbah secara baik, bukan cuma rutinitas sekali sepekan untuk sekadar menggugurkan kewajiban.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama