PC Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffazh Nahdlatul Ulama (JQHNU) Bontang resmi menerbitkan e-buletin perdana bertajuk “Tadabur” pada Dzulhijjah 1446 H. Edisi perdana ini hadir sebagai inovasi dakwah digital yang bertujuan membumikan nilai-nilai Al-Qur’an di tengah masyarakat, sekaligus menjadi ruang refleksi dan perenungan bagi para pencari makna di era serba digital saat in.
Dalam catatan redaksi, e-buletin “Tadabur” tidak sekadar hadir sebagai bacaan rutin, melainkan sebagai teman duduk bersama Al-Qur’an. Redaksi mengajak pembaca untuk tidak hanya sibuk mengejar sinyal WiFi, tetapi juga sinyal hidayah, dengan harapan buletin ini mampu menambah cita rasa berpikir sambil menyeruput kopi pagi. “Kami ingin menyajikan suara yang bernas, bukan sekadar ramai,” tulis Islahuddin Syuaib, penanggung jawab redaksi. Ia menekankan, di tengah gegap gempita status, story, dan komentar netizen, yang paling dibutuhkan justru diam yang mengakar dan kata-kata yang menuntun.
Edisi perdana e-buletin “Tadabur” mengangkat tema tadabbur QS An-Nisa ayat 148–149. Ayat ini membahas pentingnya menjaga lisan, mendengarkan korban, dan mengedepankan maaf daripada kemarahan. Dalam ulasan mendalam, buletin ini mengaitkan tafsir klasik seperti Ibnu Katsir dan Quraish Shihab dengan perspektif psikologi, sosiologi, hingga tasawuf. Ibnu Katsir menekankan larangan mengumbar aib kecuali dalam konteks kezaliman, sementara Quraish Shihab menyoroti pentingnya menyembunyikan kebaikan dan menutup keburukan orang lain demi harmoni sosial.
Dari sudut pandang psikologi, ayat ini beririsan dengan prinsip komunikasi tanpa kekerasan. Ucapan buruk dapat menciptakan luka psikologis, namun pengecualian bagi korban kezaliman adalah bentuk pemberdayaan yang penting untuk pemulihan harga diri. Sosiologisnya, budaya menjaga lisan memperkuat modal sosial dan kohesi masyarakat, sedangkan membuka aib justru memicu konflik dan polarisasi. Dalam konteks digital, ayat ini menjadi kritik terhadap praktik cancel culture, hoaks, dan doxing yang kerap menjatuhkan martabat manusia.
Tasawuf memandang menahan diri dari menyebarkan keburukan sebagai pembersihan hati, sementara memaafkan adalah maqam tinggi dalam spiritualitas, meniru sifat Tuhan Yang Maha Pemaaf. Kesadaran bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui menjadi benteng moral agar lidah tidak liar, sebuah konsep yang disebut muraqabah.
Buletin ini juga menyoroti rangkaian kegiatan JQHNU Bontang, seperti Halal bi Halal dan pembukaan kegiatan rutinan di Pesantren Darul Furqon, serta simaan kedua di Ponpes dan Panti Asuhan Nurul Hidayah Loktuan. Kegiatan tersebut menegaskan peran aktif JQHNU Bontang dalam membina generasi Qur’ani di Kota Taman.
Melalui peluncuran e-buletin “Tadabur”, JQHNU Bontang membuktikan komitmennya menghadirkan dakwah yang reflektif, aktual, dan membumi. Dengan konten yang mendalam, buletin ini diharapkan mampu menjadi jembatan nilai Qur’an dengan realitas sosial masyarakat Bontang hari ini, serta menginspirasi pembaca untuk menghidupkan nilai-nilai Qur’ani dalam keseharian mereka.
Posting Komentar