NU Bontang

'Batas Tempat' Keutamaan Salat Di Masjid Nabawi



Oleh: KH. Makruf Khozin 


Alhamdulillah tahadduts bin Nikmah, Allah memberi kemudahan bisa umrah beberapa kali, tiap ke Madinah selalu ada perubahan aturan khususnya terkait masuk ke area Raudhah, ziarah makam Nabi dan area Masjid lama.


Selain harus menggunakan aplikasi 'Nusuk' saat ini Raudhah tidak diberi tanda khusus di bagian belakangnya. Dulu ada tanda karpet hijau, sehingga selain hijau sudah keluar dari batas Raudhah. Saat ini semua karpet Masjid Nabawi berwarna hijau. Dulu diberi sekat pembatas, sekarang pembatasnya sangat lebar. Makanya saat kemarin saya di area Raudhah saya bertanya kepada seorang Syekh yang berdiri menjaga sekeliling makam: "Aina Haddu Raudhah?" Beliau senyum sambil nunjuk 2 tiang di depan saya. Artinya saya kurang maju ke sebelah depan dengan terpaut 2 tiang.


Para peziarah teramat banyak sehingga diatur cara masuknya. Di beberapa pintu sudah diberi pagar buka-tutup. Selepas salat berjamaah sudah pasti ditutup karena waktu membludaknya para peziarah. Di waktu yang agak sepi seperti jam 8-10 pagar-pagar mulai dibuka.


Bagaimana jika saat ini sulit memasuki area Masjid yang sesuai dengan masa Nabi? Kita ulas dulu secara keseluruhan pendapat ulama.


Keutamaan salat di Masjid Nabawi berdasarkan dalil berikut;


صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيْمَا سِوَاهُ مِنَ الْمَسَاجِدِ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ


Hadis: "Salat di masjidku ini lebih baik dari 1000 salat di masjid yang lain, kecuali Masjidil Haram” (Hadis Mutawatir)


1. Pendapat Khusus Masjid Masa Nabi


Pendapat ini disampaikan oleh Imam Nawawi:


ﻭاﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﻫﺬﻩ اﻟﻔﻀﻴﻠﺔ ﻣﺨﺘﺼﺔ ﺑﻨﻔﺲ ﻣﺴﺠﺪﻩ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ اﻟﺬﻱ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺯﻣﺎﻧﻪ ﺩﻭﻥ ﻣﺎ ﺯﻳﺪ ﻓﻴﻪ ﺑﻌﺪﻩ ﻓﻴﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﺤﺮﺹ اﻟﻤﺼﻠﻲ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ 


Ketahuilah bahwa keutamaan ini khusus dengan Masjid yang ada di zaman Nabi shalallahu alaihi wasallam (sekitar 30x35 meter), bukan pelebaran sesudahnya. Maka dianjurkan bagi orang yang salat untuk menjaganya (Syarah Muslim)


2. Pendapat Seluruh Masjid Nabawi


Pendapat kedua ini disampaikan oleh banyak ulama mutaakhirin, seperti Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Syekh Mulla Ali Al-Qari, Syekh Ibnu Taimiyah dan lainnya. Berikut saya kutipkan penjelasan Syekh Al-Mubarakfuri dalam Syarah Tirmidzi dengan 3 argumen:


اﻥ اﻟﻤﻀﺎﻋﻔﺔ ﻻ ﺗﺨﺘﺺ ﺑﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻮﺟﻮﺩا ﻓﻲ ﺯﻣﻨﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺑﺄﻥ اﻹﺷﺎﺭﺓ ﻓﻲ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻲ ﻹﺧﺮاﺝ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﺎﺟﺪ اﻟﻤﻨﺴﻮﺑﺔ ﺇﻟﻴﻪ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻼﻡ 


Pelipatgandaan ini tidak tertentu dengan keberadaan masjid di zaman Nabi shalallahu alaihi wasallam. (1) Sebab isyarat dalam hadis 'Masjidku ini' adalah untuk mengecualikan masjid-masjid lain yang dinisbatkan kepada Nabi


ﻭﺑﺄﻥ اﻹﻣﺎﻡ ﻣﺎﻟﻜﺎ ﺳﺌﻞ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ ﻓﺄﺟﺎﺏ ﺑﻌﺪﻡ اﻟﺨﺼﻮﺻﻴﺔ ﻭﻗﺎﻝ ﻷﻧﻪ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺴﻼﻡ ﺃﺧﺒﺮ ﺑﻤﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺯﻭﻳﺖ ﻟﻪ اﻷﺭﺽ ﻓﻌﻠﻢ ﺑﻤﺎ ﻳﺤﺪﺙ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﻟﻮﻻ ﻫﺬا ﻣﺎ اﺳﺘﺠﺎﺯ اﻟﺨﻠﻔﺎء اﻟﺮاﺷﺪﻭﻥ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﺰﻳﺪﻭا ﻓﻴﻪ ﺑﺤﻀﺮﺓ اﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻟﻢ ﻳﻨﻜﺮ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻴﻬﻢ 


(2) Imam Malik pernah ditanya soal itu dan beliau menjawab tidak khusus dengan masjid di masa Nabi. Imam Malik berkata bahwa Nabi memberi tahu keberadaan masjid sesudahnya dan bumi telah dilipat (umat Islam telah tersebar). Andai bukan karena ini maka para Sahabat tidak akan membolehkan pelebaran masjid Nabawi di masa para Sahabat, dan mereka tidak ada yang ingkar 


ﻭﺑﻤﺎ ﻓﻲ ﺗﺎﺭﻳﺦ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻋﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺃﻧﻪ ﻟﻤﺎ ﻓﺮﻍ ﻣﻦ اﻟﺰﻳﺎﺩﺓ ﻗﺎﻝ ﻟﻮ اﻧﺘﻬﻰ ﺇﻟﻰ اﻟﺠﺒﺎﻧﺔ ﻭﻓﻲ ﺭﻭاﻳﺔ ﺇﻟﻰ ﺫﻱ اﻟﺤﻠﻴﻔﺔ ﻟﻜﺎﻥ اﻟﻜﻞ ﻣﺴﺠﺪ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ


(3) Dijelaskan dalam kitab Tarikh Al Madinah bahwa setelah Umar menambah area Masjid Nabawi, Umar berkata: "Jika masjid ini berujung sampai area kuburan -dalam riwayat lain sampai Dzulhulaifah/ Bi'r Ali- maka kesemuanya adalah Masjid Rasulullah shalallahu alaihi wasallam" (Tuhfatul Ahwadzi)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama