NU Bontang

Neutrino. Partikel terkecil di dunia

sumber gambar : https://www.fenesia.com/raih-nobel-prize-3-misteri-sains-jika-terpecahkan/neutrino/

Oleh: Moh. Bahri, S.Pd.Si (Guru Kimia SMA Yayasan Pupuk Kaltim - Bontang)



Neutrino adalah partikel subatomik yang sangat ringan dan hampir tidak memiliki massa, sehingga sangat sulit untuk dideteksi. Neutrino juga tidak memiliki muatan listrik atau memiliki muatan listrik yang sangat kecil, sehingga tidak terpengaruh oleh medan elektromagnetik.

 

Neutrino terbentuk dalam banyak proses fisika, termasuk reaksi nuklir di dalam bintang dan reaksi peluruhan radioaktif. Neutrino juga tercipta selama reaksi pembentukan alam semesta, seperti Big Bang. Neutrino sangat sulit dideteksi karena hampir tidak berinteraksi dengan materi, sehingga dapat melintasi benda padat seperti planet dan bahkan bumi tanpa berinteraksi.

 

Meskipun neutrino sangat sulit dideteksi, studi tentang partikel ini sangat penting dalam fisika partikel dan kosmologi. Neutrino dapat memberikan petunjuk tentang sifat dasar alam semesta dan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang keberadaan materi di alam semesta. Selain itu, neutrino juga dapat digunakan untuk mempelajari sifat dasar partikel subatomik, seperti massa dan jenis spin.

 

Penelitian tentang neutrino juga terus berlanjut, dengan tujuan untuk memahami lebih lanjut tentang sifat dasar partikel ini dan mengembangkan teknologi deteksi neutrino yang lebih canggih.

 

1. Sejarah penemuan neutrino

 

Neutrino pertama kali dipostulatkan pada tahun 1930-an oleh fisikawan teoretis Wolfgang Pauli sebagai partikel subatomik yang dibawa oleh proton dalam peluruhan beta. Pauli memperkirakan bahwa partikel ini sangat ringan dan hampir tidak berinteraksi dengan materi, sehingga sulit untuk dideteksi.

 

Namun, neutrino baru berhasil dideteksi pada tahun 1956 oleh fisikawan Amerika Serikat, Clyde Cowan dan Frederick Reines. Mereka melakukan percobaan menggunakan reaktor nuklir di Hanford Site di Washington, Amerika Serikat, untuk menghasilkan neutrino. Percobaan ini melibatkan detektor cairan scintillator yang terisi air dan menggunakan cadangan klorin sebagai target. Ketika neutrino menabrak klorin, inti klorin berubah menjadi argon dan emisi sinar beta terdeteksi oleh detektor cahaya.

 

Hasil dari percobaan Cowan dan Reines menunjukkan bahwa neutrino benar-benar ada dan dapat dideteksi. Penemuan ini membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut tentang sifat dan perilaku neutrino, termasuk penelitian tentang peran neutrino dalam pembentukan bintang dan evolusi alam semesta.

Sejak penemuan Cowan dan Reines, banyak eksperimen dan pengamatan lain dilakukan untuk mempelajari sifat dan perilaku neutrino, termasuk pengamatan dari supernova dan percobaan menggunakan reaktor nuklir dan partikel sinar kosmik. Meskipun neutrino masih sulit untuk dideteksi dan dipelajari, penelitian terus berlanjut dan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang alam semesta dan sifat dasar materi.

 

2. Massa neutrino

 

Massa neutrino sangat kecil dan sulit untuk diukur secara akurat. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa neutrino memiliki massa yang lebih besar dari perkiraan awal.

 

Ada tiga jenis neutrino yang dikenal, yaitu neutrino elektron, neutrino muon, dan neutrino tau. Masing-masing jenis neutrino memiliki massa yang berbeda, tetapi ketiganya memiliki massa yang sangat kecil.

 

Pada awalnya, para ilmuwan menganggap bahwa massa neutrino sama dengan nol, tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa neutrino memiliki massa yang sangat kecil, bahkan jika dibandingkan dengan partikel subatomik lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pengamatan dari eksperimen neutrino yang berbeda, seperti pengamatan perubahan jenis neutrino yang disebut "neutrino oscillation".

 

Meskipun massa neutrino sangat kecil, penemuan ini sangat penting karena dapat memberikan petunjuk tentang sifat dasar alam semesta dan mengembangkan pemahaman tentang keberadaan materi di alam semesta. Penelitian tentang neutrino juga terus berlanjut, dengan tujuan untuk memahami lebih lanjut tentang sifat dasar partikel ini dan mengembangkan teknologi deteksi neutrino yang lebih canggih.

 

3. Muatan listrik neutrino

 

Neutrino memiliki muatan listrik yang sangat kecil, bahkan dianggap sebagai partikel netral karena hampir tidak memiliki muatan listrik. Oleh karena itu, neutrino dapat melintasi materi tanpa terpengaruh oleh medan listrik atau medan magnet.

 

Namun, ada dua jenis neutrino yang dikenal, yaitu neutrino dan antineutrino. Kedua jenis ini memiliki muatan listrik yang berbeda, tetapi keduanya tetap memiliki muatan listrik yang sangat kecil. Neutrino biasanya memiliki muatan listrik netral, sedangkan antineutrino memiliki muatan listrik positif.

 

Meskipun neutrino memiliki muatan listrik yang sangat kecil, partikel ini masih dapat berinteraksi dengan materi melalui interaksi lemah, salah satu dari empat gaya fundamental yang mengendalikan perilaku partikel subatomik. Interaksi lemah ini dapat menyebabkan neutrino berubah jenis dan juga dapat digunakan untuk mendeteksi neutrino.

 

4. Interaksi neutrino dengan materi lain

 

Interaksi neutrino dengan materi lain sangatlah lemah karena neutrino hampir tidak memiliki muatan listrik dan massa yang sangat kecil. Oleh karena itu, neutrino dapat melintasi materi tanpa terpengaruh oleh medan listrik atau medan magnet.

 

Ada tiga jenis interaksi yang terjadi ketika neutrino berinteraksi dengan materi lain, yaitu:

  1. Interaksi lemah: Ini adalah interaksi yang paling umum terjadi pada neutrino. Interaksi ini terjadi ketika neutrino bertabrakan dengan partikel lain melalui medan lemah. Interaksi lemah ini dapat menyebabkan neutrino berubah jenis, yaitu dari satu jenis neutrino ke jenis lainnya, seperti neutrino elektron, neutrino muon, dan neutrino tau.
  2. Interaksi gravitasi: Karena massa neutrino yang sangat kecil, interaksi gravitasi neutrino dengan materi lainnya sangatlah lemah. Namun, interaksi ini masih dapat mempengaruhi pergerakan neutrino dalam suatu medan gravitasi.
  3. Interaksi elektromagnetik: Interaksi ini terjadi ketika neutrino berinteraksi dengan materi yang memiliki muatan listrik, seperti elektron atau inti atom. Namun, interaksi elektromagnetik ini sangatlah lemah dan jarang terjadi.

 

Meskipun interaksi neutrino dengan materi lain sangatlah lemah, penelitian terus dilakukan untuk memahami lebih lanjut tentang sifat dan perilaku partikel ini. Salah satu contoh penelitian adalah deteksi neutrino, yaitu pengamatan dan analisis interaksi neutrino dengan materi lain untuk mempelajari sifat dasar neutrino dan sumbernya.

 

5. Sifat dasar neutrino

 

Neutrino adalah partikel elementer yang sangat kecil dan tidak memiliki muatan listrik. Beberapa sifat dasar neutrino antara lain:

  1. Massa: Neutrino diketahui memiliki massa, meskipun massa ini sangatlah kecil dibandingkan dengan partikel subatom lainnya. Namun, karena massa neutrino yang sangat kecil, sulit untuk mengukur massa neutrino secara akurat.
  2. Spin: Neutrino memiliki spin ½, yang artinya bahwa partikel ini merupakan fermion. Spin neutrino merupakan salah satu sifat dasar yang membedakannya dari partikel lain.
  3. Interaksi: Interaksi neutrino dengan materi sangatlah lemah, sehingga neutrino dapat melintasi materi tanpa terpengaruh oleh medan listrik atau medan magnet.
  4. Helisitas: Neutrino hanya berinteraksi dengan partikel-partikel lain dalam bentuk helisitas kiri. Helisitas ini berhubungan dengan arah putaran spin partikel, dan merupakan sifat dasar yang membedakan antara neutrino dengan antineutrino.
  5. Kecepatan: Kecepatan neutrino hampir mendekati kecepatan cahaya dalam vakum.

 

Studi tentang sifat dasar neutrino terus dilakukan oleh fisikawan partikel, karena neutrino memiliki peran penting dalam memahami asal usul alam semesta dan fenomena-fenomena astrofisika seperti supernova dan lubang hitam. Salah satu penemuan penting dalam studi neutrino adalah pengamatan perubahan jenis neutrino (neutrino oscillation), yang mengindikasikan bahwa neutrino memiliki massa dan mengubah jenisnya ketika bergerak dalam ruang.

 

6. Terbentuknya neutrnino

 

Neutrino terbentuk sebagai salah satu produk dari beberapa proses fisika nuklir, seperti dalam reaksi fusi di dalam inti bintang atau dalam peluruhan radioaktif. Ada tiga jenis neutrino yang diketahui: elektron-neutrino, muon-neutrino, dan tau-neutrino. Setiap jenis neutrino terbentuk dalam proses yang berbeda.

 

Sebagai contoh, elektron-neutrino terbentuk dalam reaksi peluruhan beta. Saat sebuah inti radioaktif meluruh, elektron dan neutrino dilepaskan dari inti tersebut. Peluruhan beta dapat terjadi dalam beberapa bentuk, tetapi salah satu contohnya adalah proton dalam inti radioaktif meluruh menjadi sebuah neutron, dan dalam proses tersebut, sebuah elektron dan sebuah elektron-neutrino dilepaskan.

 

Muon-neutrino dan tau-neutrino terbentuk dalam proses-proses yang melibatkan partikel-partikel yang lebih berat, seperti dalam peluruhan tau dan dalam reaksi-produksi partikel di dalam akselerator partikel. Dalam setiap proses tersebut, neutrino terbentuk sebagai produk dari interaksi dan peluruhan partikel-partikel yang terlibat.

 

7. Detektor neutrino



Detektor neutrino adalah alat atau sistem yang dirancang untuk mendeteksi interaksi antara neutrino dan materi lain. Ada beberapa jenis detektor neutrino yang berbeda, tetapi semuanya bekerja dengan prinsip yang sama, yaitu mendeteksi interaksi neutrino dengan materi melalui salah satu dari tiga jenis interaksi yang terjadi.

 

Beberapa jenis detektor neutrino yang paling umum digunakan antara lain:

  1. Detektor air Cherenkov: Detektor ini menggunakan air sebagai medium deteksi. Ketika neutrino berinteraksi dengan atom dalam air, partikel-partikel yang dihasilkan akan memancarkan cahaya, yang kemudian dideteksi oleh sensor cahaya di dalam tangki air.
  2. Detektor scintillator: Detektor ini menggunakan cairan scintillator, yang akan memancarkan cahaya ketika partikel yang dihasilkan oleh interaksi neutrino bergerak melaluinya. Cahaya ini kemudian dideteksi oleh sensor cahaya yang ada di dalam detektor.
  3. Detektor bola ionisasi: Detektor ini menggunakan bola gas yang diionisasi sebagai medium deteksi. Ketika partikel yang dihasilkan oleh interaksi neutrino melewati bola gas, partikel ini akan menghasilkan muatan listrik, yang kemudian dideteksi oleh elektroda yang terletak di dalam bola gas.
  4. Detektor gelombang akustik: Detektor ini menggunakan medium deteksi yang dapat merambatkan gelombang suara, seperti es. Ketika neutrino berinteraksi dengan atom dalam es, partikel-partikel yang dihasilkan akan membangkitkan gelombang suara, yang kemudian dideteksi oleh sensor yang terletak di dalam es.

 

Detektor neutrino digunakan dalam berbagai penelitian fisika, termasuk dalam studi tentang sifat dasar neutrino dan sumbernya, serta dalam studi kosmologi dan astrofisika. Salah satu contoh proyek detektor neutrino terbesar di dunia adalah IceCube, yang terletak di Antartika dan menggunakan es sebagai medium deteksi.



7.1. Detektor air Cherenkov

Detektor air Cherenkov adalah jenis detektor neutrino yang menggunakan air sebagai medium deteksi. Detektor ini didasarkan pada prinsip Cherenkov radiation, yaitu radiasi elektromagnetik yang dihasilkan ketika partikel bermuatan melewati medium dengan kecepatan yang lebih besar dari kecepatan cahaya dalam medium tersebut. Dalam detektor air Cherenkov, partikel neutrino berinteraksi dengan inti atom di dalam air dan menghasilkan partikel lain, seperti partikel bermuatan dan foton.

 

Ketika partikel bermuatan yang dihasilkan tersebut melewati air dengan kecepatan yang lebih besar dari kecepatan cahaya dalam air, mereka akan memancarkan radiasi Cherenkov. Radiasi ini kemudian dapat dideteksi oleh photomultiplier tube (PMT) yang terletak di sekitar dinding detektor. PMT akan menghasilkan sinyal listrik ketika foton dari radiasi Cherenkov memasuki tabung tersebut. Jumlah sinyal listrik yang dideteksi oleh PMT akan memberikan informasi tentang energi dan arah partikel bermuatan yang dihasilkan oleh interaksi neutrino dengan air.

 

Detektor air Cherenkov telah digunakan dalam beberapa eksperimen neutrino besar, seperti Super-Kamiokande di Jepang dan IceCube di Antartika. Kedua detektor tersebut telah menghasilkan hasil yang signifikan dalam studi tentang sifat dasar neutrino, termasuk pengamatan perubahan jenis neutrino (neutrino oscillation) yang membuktikan bahwa neutrino memiliki massa.

 

7.2. Detektor scintillator

 

Detektor scintillator adalah jenis detektor yang menggunakan bahan scintillator untuk mendeteksi partikel bermuatan, seperti elektron, proton, atau ion. Scintillator adalah bahan yang dapat mengkonversi energi partikel bermuatan menjadi cahaya. Ketika partikel bermuatan melewati scintillator, mereka akan menimbulkan ionisasi dan merangsang molekul dalam scintillator, sehingga menghasilkan cahaya yang dapat dideteksi oleh sensor cahaya, seperti photomultiplier tube (PMT) atau photodiode.

 

Detektor scintillator dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam penelitian fisika nuklir, deteksi radiasi, pengujian bahan bakar nuklir, dan lain sebagainya. Dalam penelitian fisika nuklir, detektor scintillator digunakan untuk mendeteksi partikel bermuatan yang dihasilkan oleh interaksi partikel dalam eksperimen akselerator partikel, serta dalam studi tentang sifat dasar partikel subatomik, seperti neutrino.

 

Dalam detektor neutrino, detektor scintillator digunakan sebagai salah satu komponen dalam detektor cair. Dalam detektor ini, scintillator dicampur dengan cairan pelarut yang digunakan sebagai medium deteksi, seperti dalam detektor liquid scintillator. Ketika partikel bermuatan, seperti neutrino, berinteraksi dengan inti atom dalam cairan pelarut, mereka akan menghasilkan partikel lain, seperti elektron. Elektron ini kemudian akan melewati scintillator dan menghasilkan cahaya yang dapat dideteksi oleh PMT. Informasi tentang energi dan arah partikel bermuatan dapat diperoleh dari sinyal listrik yang dihasilkan oleh PMT.

 

7.3. Detektor bola ionisasi

Detektor bola ionisasi adalah jenis detektor partikel yang menggunakan prinsip ionisasi gas untuk mendeteksi partikel bermuatan, seperti elektron, proton, atau ion. Detektor ini terdiri dari sebuah bola yang berisi gas, seperti helium atau neon, dan elektroda yang dipasang di dalam bola. Ketika partikel bermuatan melewati bola, mereka akan menimbulkan ionisasi dalam gas, sehingga menghasilkan ion-ion positif dan negatif. Ion-ion ini akan ditarik ke elektroda dan menghasilkan sinyal listrik yang dapat dideteksi dan diukur.

 

Detektor bola ionisasi digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam penelitian fisika nuklir, deteksi radiasi, pengujian bahan bakar nuklir, dan lain sebagainya. Dalam penelitian fisika nuklir, detektor bola ionisasi digunakan untuk mendeteksi partikel bermuatan yang dihasilkan oleh interaksi partikel dalam eksperimen akselerator partikel, serta dalam studi tentang sifat dasar partikel subatomik, seperti neutrino.

 

Dalam penelitian tentang neutrino, detektor bola ionisasi digunakan sebagai salah satu komponen dalam detektor neutrino. Detektor bola ionisasi digunakan dalam detektor cair, di mana bola ionisasi ditempatkan di dalam cairan pelarut yang digunakan sebagai medium deteksi, seperti dalam detektor liquid scintillator. Ketika partikel bermuatan, seperti neutrino, berinteraksi dengan inti atom dalam cairan pelarut, mereka akan menghasilkan partikel lain, seperti elektron. Elektron ini kemudian akan melewati bola ionisasi dan menghasilkan ionisasi dalam gas di dalam bola. Informasi tentang energi dan arah partikel bermuatan dapat diperoleh dari sinyal listrik yang dihasilkan oleh bola ionisasi.

 

Detektor bola ionisasi juga digunakan dalam penelitian tentang kosmik ray, di mana partikel bermuatan yang berasal dari luar angkasa dapat dideteksi dan diukur. Detektor bola ionisasi dapat mendeteksi partikel bermuatan dengan energi yang sangat tinggi, hingga miliaran elektron volt. Hal ini membuat detektor bola ionisasi menjadi alat yang sangat berguna dalam penelitian fisika nuklir dan kosmik ray.

 

7.4. Detektor gelombang akustik

 

Detektor gelombang akustik adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi gelombang suara atau bunyi dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam industri, penelitian, dan keamanan. Alat ini bekerja dengan mengkonversi gelombang suara menjadi sinyal listrik yang dapat diukur dan dianalisis.

 

Prinsip dasar detektor gelombang akustik adalah pemanfaatan efek piezoelektrik pada material tertentu. Efek piezoelektrik adalah kemampuan suatu material untuk menghasilkan muatan listrik ketika diberikan tekanan atau tegangan mekanik. Ketika gelombang suara melintasi material piezoelektrik, gelombang suara tersebut akan memberikan tekanan atau tegangan mekanik pada material, sehingga menghasilkan muatan listrik. Muatan listrik ini kemudian diubah menjadi sinyal listrik oleh detektor gelombang akustik.

 

Detektor gelombang akustik digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk dalam industri untuk mendeteksi kebocoran pipa, deteksi kebisingan mesin, dan inspeksi material. Detektor gelombang akustik juga digunakan dalam penelitian, seperti dalam penelitian tentang sifat akustik material dan pengukuran kecepatan suara dalam medium yang berbeda. Selain itu, detektor gelombang akustik juga digunakan dalam keamanan, seperti dalam deteksi tembakan senjata api atau deteksi suara pada gedung atau bangunan untuk keperluan pengawasan keamanan.

 

Salah satu contoh penggunaan detektor gelombang akustik adalah dalam pengukuran kecepatan suara dalam air. Detektor gelombang akustik yang disebut hydrophone digunakan untuk mendeteksi gelombang suara dalam air dan mengukur kecepatannya. Hydrophone sering digunakan dalam penelitian tentang kehidupan laut, seperti dalam studi tentang migrasi ikan dan perilaku mamalia laut. Selain itu, hydrophone juga digunakan dalam industri perkapalan untuk memantau kualitas air dan kebisingan mesin kapal.


Referensi:

1.     Cowen, R. (2019). Neutrinos catch a wave. Nature, 572(7771), 42-43. https://doi.org/10.1038/d41586-019-02294-5

2.     Giunti, C., & Kim, C. W. (2007). Fundamentals of neutrino physics and astrophysics. Oxford University Press.

3.     Gondolo, P., & Raffelt, G. (2018). Solar neutrinos. Reviews of Modern Physics, 90(1), 015004. https://doi.org/10.1103/RevModPhys.90.015004

4.     Kajita, T. (2017). Neutrino oscillation experiments. Reports on Progress in Physics, 80(8), 086201. https://doi.org/10.1088/1361-6633/aa6ac2

5.     Mohapatra, R. N., & Pal, P. B. (2004). Massive neutrinos in physics and astrophysics. World Scientific.

6.     Particle Data Group. (2020). Review of particle physics. Physical Review D, 102(1), 1-238. https://doi.org/10.1103/PhysRevD.102.010000

7.     Pontecorvo, B. (1967). Neutrino experiments and the problem of conservation of leptonic charge. Soviet Journal of Experimental and Theoretical Physics, 26(5), 984-988. https://doi.org/10.1134/1.1709429

8.     Raffelt, G. (1996). Stars as laboratories for fundamental physics: The astrophysics of neutrinos, axions, and other weakly interacting particles. University of Chicago Press.

9.     Takaaki, K., & Kajita, T. (2016). Neutrino oscillation studies with Super-Kamiokande. Annual Review of Nuclear and Particle Science, 66, 219-238. https://doi.org/10.1146/annurev-nucl-102115-044713

10.   Zuber, K. (2011). Neutrino physics. CRC Press.

11.   Beacom, J. F., Bell, N. F., & Hooper, D. (2016). The signature of dark matter in cosmic-ray fluxes. Physics Reports, 667, 1-161. https://doi.org/10.1016/j.physrep.2016.11.001

12.   IceCube Collaboration. (2018). Neutrino oscillations and hadronic interactions at the IceCube Neutrino Observatory. Physical Review D, 97(7), 072001. https://doi.org/10.1103/PhysRevD.97.072001

13.   Kusenko, A. (2009). Neutrino physics beyond the Standard Model. Physics Reports, 481(1-2), 1-28. https://doi.org/10.1016/j.physrep.2009.07.004

14.   Olga, M. (2019). Neutrino physics: A brief introduction. Springer.

15.   Woosley, S. E., & Janka, H. T. (2005). The physics of core-collapse supernovae. Nature Physics, 1(3), 147-154. https://doi.org/10.1038/nphys172

16.   Zuber, K. (2012). Neutrino experiments: Present and future. Journal of Physics G: Nuclear and Particle Physics, 39(5), 053001. https://doi.org/10.1088/0954-3899/39/5/053001

17.   Haxton, W. C., & Robertson, R. G. H. (2013). Neutrino physics and the frontiers of nuclear astrophysics. Annual Review of Nuclear and Particle Science, 63, 381-418. https://doi.org/10.1146/annurev-nucl-102010-130447

18.   Bilenky, S. M., Giunti, C., & Grimus, W. (1998). Phenomenology of neutrino oscillations. Progress in Particle and Nuclear Physics, 43, 1-86. https://doi.org/10.1016/S0146-6410(98)00053-1

19.   Agostini, M., et al. (GERDA Collaboration). (2018). Neutrinoless double-beta decay: Status and prospects. Annual Review of Nuclear and Particle Science, 68, 123-151. https://doi.org/10.1146/annurev-nucl-101917-021011

20.   Alvarez-Ruso, L., Kopp, J., Machado, P. A., & Palomares-Ruiz, S. (2019). Neutrino interactions: Current status and future challenges. Progress in Particle and Nuclear Physics, 107, 103-172. https://doi.org/10.1016/j.ppnp.2019.04.002

21.   Dunford, M., & Weaver, C. N. (2019). Neutrinos: An overview. American Journal of Physics, 87(10), 794-802. https://doi.org/10.1119/1.5126221

22.   Maltoni, M., Schwetz, T., Tortola, M. A., & Valle, J. W. F. (2019). Status of global fits to neutrino oscillations. Reports on Progress in Physics, 82(10), 106301. https://doi.org/10.1088/1361-6633/ab4dba

23.   Akhmedov, E. K., Razzaque, S., & Smirnov, A. Y. (2018). Neutrino oscillations: Quantum mechanics vs. quantum field theory. Progress in Particle and Nuclear Physics, 102, 1-20. https://doi.org/10.1016/j.ppnp.2018.05.003

24.   Giunti, C. (2019). Neutrino masses and mixings: Status of known and unknown 3ν parameters. Frontiers in Physics, 7, 51. https://doi.org/10.3389/fphy.2019.00051

25.   IceCube Collaboration. (2018). Observation of high-energy astrophysical neutrinos in three years of IceCube data. Physical Review Letters, 121(22), 22101. https://doi.org/10.1103/PhysRevLett.121.22101

26.   Kowalski, M., & Wurm, M. (2017). Neutrino detection. Journal of Physics G: Nuclear and Particle Physics, 44(10), 103002. https://doi.org/10.1088/1361-6471/aa86c7

27.   Akiri, T., & Beacom, J. F. (2019). Neutrinos and dark matter. Progress in Particle and Nuclear Physics, 107, 359-409. https://doi.org/10.1016/j.ppnp.2019.05.002

28.   Raffelt, G. G. (2011). Supernova neutrinos. Physics Reports, 549(3), 73-121. https://doi.org/10.1016/j.physrep.2011.03.003

29.   Fornengo, N., Lisi, E., & Mantovani, F. (2019). Neutrinos in high-energy astrophysics. Frontiers in Astronomy and Space Sciences, 6, 37. https://doi.org/10.3389/fspas.2019.00037

30.   Kopp, J., Machado, P. A., Maltoni, M., & Palomares-Ruiz, S. (2014). Sterile neutrino oscillations: The global picture. Journal of High Energy Physics, 2014(5), 1-21. https://doi.org/10.1007/JHEP05(2014)050

31.   Terning, J. (2019). The dark matter-neutrino connection. Nature Physics, 15(7), 713-718. https://doi.org/10.1038/s41567-019-0504-8

32.   An, F. P., et al. (Daya Bay Collaboration). (2012). Observation of electron-antineutrino disappearance at Daya Bay. Physical Review Letters, 108(17), 171803. https://doi.org/10.1103/PhysRevLett.108.171803

33.   Wendell, R. A., et al. (Super-Kamiokande Collaboration). (2010). Atmospheric neutrino oscillation analysis with sub-leading effects in Super-Kamiokande I, II, and III. Physical Review D, 81(9), 092004. https://doi.org/10.1103/PhysRevD.81.092004

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama