NU Bontang

Hadist tentang Berqurban 1 unta atau sapi untuk 7 orang





Spirit berkurban tidak hanya untuk menyejahterakan fakir miskin dengan membagikan dagingnya, tapi juga merupakan momentum untuk menjalin solidaritas dan semangat gotong royong. Saat hari raya Nahar (Idul Adha), masyarakat berbondong-bondong meramaikan dan saling bantu-membantu menyukseskan pelaksanaan ibadah kurban, mulai dari proses penyembelihan, pembagian hingga melahap dagingnya secara bersama-sama.  

 

Semangat kebersamaan juga terjalin di kalangan pihak yang berkurban. Sering dijumpai praktik patungan atau kongsi untuk membeli binatang kurban, misalnya di sekolahan, mitra kerja dan tempat lainnya. Sebagian di antaranya patungan membeli kambing, ini biasa terjadi untuk mereka yang terkendala dana. Bagaimana hukumnya?  

 

Syariat telah menetapkan standar maksimal jumlah kapasitas mudlahhi (orang yang berkurban) untuk per satu ekor hewan kurban, yaitu unta dan sapi untuk tujuh orang, sementara kambing hanya sah dibuat kurban satu orang. Oleh sebab itu, bila melampaui batas ketentuan ini, binatang yang disembelih tidak sah menjadi kurban, misalnya patungan sapi untuk delapan orang atau kambing untuk dua orang.   Ketentuan ini berlandaskan pada hadits:

 

  عَنْ جَابِرٍ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَالَ: «خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مُهِلِّينَ بِالْحَجِّ فَأَمَرَنَا أَنْ نَشْتَرِكَ فِي الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ كُلُّ سَبْعَةٍ مِنَّا فِي بَدَنَةٍ  

 

“Dari jabir, beliau berkata kami keluar bersama Rasulullah seraya berihram haji, lalu beliau memerintahkan kami untuk berserikat di dalam unta dan sapi, setiap tujuh orang dari kami berserikat dalam satu ekor unta,” (HR Muslim).  

 

Dan hadits:

 

   أَنَّ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ قَالَ كُنَّا نُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ يَذْبَحُهَا الرَّجُلُ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ. ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ بَعْدُ فَصَارَتْ مُبَاهَاة  

 

“Sesungguhnya Abu Ayyub al-Anshari berkata, ‘Kami dahulu berkurban dengan satu kambing, disembelih seseorang untuk dirinya dan keluarganya, kemudian manusia setelahnya saling membanggakan diri maka menjadi ajang saling membanggakan (bukan ibadah)’,” (HR Imam Malik bin Anas).  

Penjelasan lebih lanjut, klik disini

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama