NU Bontang

MERETAS FIKIH PANDEMI


Fikih pada dasarnya t elah memberi ruang fleksibilitas yang sangat terbuka. Dimana dan kapan saja bahaya mengintai, atau ada potensi membahayakan orang lain, maka sebuah ibadah yang dilakukan secara normal dapat berubah sedemikian rupa. Jika tidak mampu berdiri, orang dapat shalat dengan duduk, berbaring dan seterusnya. Salah satu syarat wajib haji adalah perjalanan yang dijamin aman. Jika ada peperangan di suatu wilayah yang menghalangi kita sampai ke Mekah, maka kewajibannya gugur. Karena itu pula, haji ditiadakan di masa wabah karena potensi bahaya yang mengancam.
Jika semua Fikih yang new normal ini dikompilasi dan dikontekstualisasi dengan keadaannya masing-masing, maka akan muncul Fikih-fikih baru yang aktual dan kontekstual tanpa mereduksi yang konvensional. Muncullah Fiqh al-Aqalliyah bagi minoritas Muslim, Fiqh al-Awlawiyah untuk menetapkan prioritas, Fiqh al-Maqashid untuk mempertimbangkan tujuan Fikih, dan sebagainya. Dalam konteks wabah yang mengglobal, dibutuhkan sebuah Fikih Pandemi yang mengatur ibadah umat Islam di masa wabah seperti  ini.
Misalnya masalah kebersihan, Fikih Pandemi dapat menghadirkan perspektif Fikih tentang thaharah atau kebersihan sepert i  m encuci t angan.  Himb auan  ahli kesehatan untuk sering mencuci tangan itu merupakan penegasan akan tradisi thaharah dalam Islam. Islam identik dengan kebersihan, bahkan diposisikan sebagai bagian dari iman. Kitab-kitab Fikih selalu diawali dengan uraian tentang thaharah (bersuci), disusul dengan uraian lainnya. Rasulullah SAW mengajarkan pola hidup bersih. Sebagai contoh, setelah bangun dari tidur, kita diminta untuk selalu mencuci tangan tiga kali sebelum mulai berwudhu, dengan dalih orang tidur tidak mengetahui posisi tangannya ketika tidur. S elain it u, umat Islam di sunnahkan memotong kuku secara berkala, terutama di hari Jumat, karena kuku yang panjang dan tidak dibersihkan berpotensi menjadi habitat bakteri yang menyebabkan penyakit. Anjuran untuk selalu bersiwak (membersihkan gigi), bahkan seandainya tidak memberatkan, maka Rasulullah memerintahkan umatnya untuk  bersiwak setiap hendak melaksanakan shalat.
Ada  anjuran  N ab i u nt uk  isb agh al - wudhu, yaitu melakukan wudhu dengan sempurna,  terma suk menuci tangan. Anggota tubuh yang dibersihkan ket ika b er wu dh u  pu n  adalah  y an g  fr ek ue ns i akt ivit asnya lebih dominan berpot ensi bersentuhan dengan virus, seperti tangan, muka (termasuk mulut dan hidung), kepala (termasuk telinga), dan kaki. Pakaian dan tempat yang digunakan juga harus terbebas dari najis.
Bahkan, ulama kita menganjurkan untuk sering dalam kondisi dawam atau ada wudhu,    meski hanya sekadar mau beraktivitas keseharian. Berwudhu ini adalah salah satu ritual dan kebiasaan yang dapat berfungsi preventif terhadap tertularnya penyakit.


Diambil Dari Buku  FIKIH PANDEMI: Beribadah di Tengah Wabah.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama