NU Bontang

Pendekar Berambut Api, dan Tradisi Pencak Dor



Kiai Haji Maksum Jauhari adalah legenda di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.

Selain mengajar ilmu agama, Gus Maksum juga dikenal sebagai pendekar pilih tanding di tanah air.

Meski jasadnya telah wafat, nama Gus Maksum masih disebut banyak orang hingga sekarang.

Gus Maksum adalah ikon kejayaan ilmu bela diri santri Pondok Pesantren Lirboyo.

Ajang pertarungan silat Pencak Dor menjadi salah satu monumen kenangan yang ditinggalkan Gus Maksum semasa hidupnya.

Gus Maksum adalah putra dari Kiai Haji Abdullah Jauhari di Kanigoro Kediri. Usai menyelesaikan pendidikan dasar di SD Kanigoro, Gus Maksum melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Lirboyo.

Selebihnya sisa masa mudanya dihabiskan untuk berkeliling dari kota ke kota mencari ilmu silat, tenaga dalam, pengobatan, dan kejadukan.

Salah satu tempat yang menjadi jujukan Gus Maksum belajar ilmu silat adalah Ahmad Fathoni,
seorang pendekar di Rengas Dengklok, Karawang, Jawa Barat, yang beraliran Cikaret dan Cikalong.
Di luar itu, Gus Maksum juga berburu ilmu kepada sejumlah kiai di Kediri, Blitar, dan Cirebon.

Badrul Huda Zainal Abidin atau Gus Bidin, keponakan Gus Maksum yang disebut-sebut mewarisi ilmu silat pamannya, menyebut jika Gus Maksum adalah pendekar yang tak memiliki lawan di masanya.

Rambutnya yang dibiarkan gondrong menjadi ciri khas Gus Maksum hingga dijuluki pendekar si rambut api. “Konon rambut beliau bisa menjadi api,” kata Gus Bidin.

Media massa nasional kala itu pernah menulis pernyataan Gus Maksum yang menantang semua dukun santet untuk menyantet dirinya. Dan beberapa santri menyebut upaya penyantetan kepada Gus Maksum selalu gagal. Segala macam ilmu hitam tak akan mempan kepada dirinya.

Hingga kini Gus Bidin masih menempati rumah kediaman Gus Maksum,
tepat di depan masjid lama Ponpes Lirboyo. Rumah itu tak banyak mengalami perubahan wajah selain penambahan beberapa ruang di belakang.

Selain itu, keberadaan monyet-monyet yang dulu menempati halaman depan rumah Gus Maksum juga sudah tidak tampak.

Di era penumpasan Partai Komunis Indonesia di wilayah Kediri dan sekitarnya,
nama Gus Maksum berada di urutan teratas.

Selain membela pesantren dan Nahdlatul Ulama yang menjadi musuh idiologis PKI, Gus Maksum punya alasan khusus untuk mengangkat senjata dalam penumpasan itu.

Pondok pesantren milik ayahnya di Kanigoro Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri pernah diserbu oleh massa PKI. Bahkan di masjid pondok yang tengah dipergunakan kegiatan oleh aktivis Islam yang tergabung dalam Pelajar Islam Indonesia (PPI), massa PKI telah berbuat di luar batas.
Kala itu anggota PPI sedang menggelar kegiatan Mental Training (Mantra) di Kanigoro.

Suatu pagi, usai menjalankan sahur di bulan Ramadlan, massa PKI tiba-tiba merangsek ke sekitar Masjid KH Abdullah Jauhari.

Mereka menyisir perumahan warga untuk mencari peserta PII yang menginap di rumah warga.
Sebagian massa menyerbu masjid dan melempar serta menginjak-injak Al Quran.

Tak hanya itu, peserta PII dan Kiai Abdullah Jauhari juga diarak menuju kantor polisi sektor. Setelah situasi reda, mereka kembali dipulangkan ke tempat asal.

Perilaku massa PKI kepada ayahnya ini menjadi salah satu kemarahan Gus Maksum.

Dalam peristiwa penumpasan PKI tersebut, almarhum Kiai Haji Idris Marzuki pernah menyampaikan jika kala dirinya berbagi tugas dengan Gus Maksum.

Kiai Idris Marzuki bertanggungjawab atas kelangsungan pendidikan pondok, sedangkan Gus Maksum berperang menumpas PKI dengan dibantu TNI.

Tradisi Pencak Dor
Perang tanding antar sesama pesilat adalah salah satu metode pengajaran Gus Maksum kepada santrinya.

Untuk menguji tingkat penguasaan jurus yang diajarkan, Gus Maksum meminta mereka untuk perang tanding. Jadi itu semacam ujian.

Hingga kini tradisi perang tanding ini masih dipertahankan oleh Gus Bidin sebagai pengajar silat yang menjadi ekstrakurikuler pendidikan pondok Lirboyo. Hanya saja, ajang pencak dor saat ini tak hanya dikhususkan untuk santri, tetapi terbuka lebar untuk masyarakat umum.

Semua pendekar pencak bisa naik ke atas gelanggang untuk beradu silat dan saling menjatuhkan.
Satu-satunya peraturan yang dibuat penyelenggara pertandingan adalah “ di atas lawan di bawah kawan”.

Artinya, tak boleh ada dendam di luar gelanggang meski sebelumnya terlibat adu jotos yang sangat keras. Itulah pencak yang diajarkan Gus Maksum.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama